
inewsrakyat.com– (Pakpak) Sebagai dukungan semangat dan edukasi masyarakat, Sejumlah Pemerhati budaya sepakat pasang 30 Spanduk di Kabupaten Pakpak Bharat.
Sebagai bentuk dukungan moral, sehingga Kami selaku pemuda yang saat ini tinggal di perantauan namun dilahirkan dan dibesarkan di Pakpak Bharat turut berpartisipasi untuk menjaga dan mempertahankan adat dan Budaya kita Pakpak, ujar Jon Banurea yang salah satu inisiator kegiatan ini. Sabtu, 19 Februari 2022
Sebelumnya kami telah melakukan rembuk dan diskusi lewat aplikasi WA terkait ide pemasangan 30 spanduk ini bersama sejumlah perantau sekaligus pemerhati budaya seperti Melisa Padang, yang saat ini tinggal di Medan dan aktif menjadi bagian dari Tim Ahli Cagar Budaya Provinsi Sumut, Jundri Berutu berprofesi Advokad di Jakarta, Henry Berutu TNI di Indonesia Timur, Ada lagi Sahala Solin yang berprofesi Dosen di salah satu Universitas Negeri di Bandung dan Elohansen Padang Dosen di Universitas Papua, Tambah Jon.

Saat ini masyarakat Pakpak sedang dihadapkan dengan kondisi budaya yang sedang terdegradasi, dimana kita sedang mengalami banyak perubahan yang tentu penerapan budaya mulai berbeda dengan ajaran dan kebiasaan para leluhur kita. Hal ini dapat dibuktikan dalam berbagai fenomena budaya, baik melalui bahasa, Tradisi lisan, adat-istiadat, sejarah asal-usul Kuta yang disebut Lebbuh dalam bahasa Pakpak, Marga-marga Pakpak, dan masih banyak lagi fenomena budaya lainnya yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Pakpak.
Salah satu fenomena budaya seperti pada saat melaksanakan upacara adat pernikahan (merbayo) kerap sekali menjadi sorotan publik dimana salah satu mempelai bermarga Pakpak dan upacara pernikahan dilaksanakan di Pakpak Simsim namun saat upacara mereka tidak menggunakan adat-istiadat Pakpak saat upacara pernikahan nya. Hal ini tentu menggemparkan jagat raya Pakpak, banyak mempertanyakan apa penyebab situasi ini sampai bisa terjadi, yang seakan pemilik hajatan tidak menghargai dan tidak ingin melestarikan adat-budayanya sendiri.
Namun di sisi lain perlu ditelaah apa penyebab utama, apakah karena pengaruh zaman yang serba canggih ini sehingga masyarkat tidak dapat beradaptasi atau memposisikannya ataukah juga ada faktor-faktor eksternal lainnya, tentu perlu dilakukan pengkajian dan upaya serius agar tidak sampai terulang kejadian yang sama di Nusantara ini kehilangan budaya dan bahasanya seperti beberapa fenomena yang telah banyak terjadi di daerah Indonesia bagian Timur.
Masyarkaat Pakpak yang menyebar di Sumatra Utara dan Aceh dibagi menjadi 5 (lima) wilayah yang disebut si Lima Suak sebenarnya mengalami masalah yang serupa, namun dari kelimanya ini, Suak Sim-sim masih tergolong stadard dalam penggunaan bahasa, dan adat-istiadat Pakpak (Menurut Bebrapa peneliti dari USU) sehingga wilayah yang satu ini perlu dipertahankan dan nantinya menjadi Daerah percontohan kepada Suak-suak Pakpak lainnya dalam pelestarian adat dan budaya Pakpak. Dibutuhkan dukungan dari semua pihak untuk menggapai cita-cita luhur ini, baik dari kalanganayarakat, pemerintah dan perantau, kita tidak ingin menjadi penonton di kampung halamam kita sendiri, bahkan dikucilkan nantinya. Semua ini bisa terjadi ketika kita hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan tidak memiliki jiwa prinsip gotong-royong dalam menangani permasalahan ini. Kami selaku anak muda Pakpak diperantauan ingin kampung halaman kita ini maju dan kita perjuangkan dari pembangunan nya serta adat-istiadatnya, mari kita bergandengan tangan.(Melboy)